Saturday, September 20, 2008

Goa Maria Tritis, dari keangkeran ke kedamaian

pakansi goa maria tritis, jalan-jalanSebelum 1974, goa ini sangat sepi. Selain tempatnya terpencil, Goa Tritis yang berada di Kecamatan Paliyan ini semula dikenal sebagai goa yang angker.

Kalaupun ada yang datang, biasanya untuk keperluan mistik seperti bertapa.

Namun saat ini, Goa Tritis berubah total. Dari semula goa yang angker dan dihindari orang, kini tempat ini justru didatangi ribuan umat Katolik. Goa ini juga menjadi tempat orang mencari kedamaian. Terlebih ketika Mei dan Oktober yang bagi umat Katolik disebut Bulan Maria. Pada bulan-bulan ini Paroki Wonosari menjadwalkan tiap Minggu diselenggarakan ibadah ekaristi didahului prosesi jalan salib. Selama Mei 2008 lalu Goa Maria Tritis ini dikunjungi tidak kurang dari 25 ribu umat Katolik dari seluruh Indonesia.

Goa Maria Tritis, pertama dikenal umat Katolik sekitar tahun 1974. Pertama kali yang menemukan goa ini adalah seorang siswa SD Sanjaya Giring yang kemudian dilaporkan kepada Romo (pastor) Al. Hardjosudarmo SJ yang saat itu kebingungan mencari tempat untuk merayakan hari natal. Tempat ini akhirnya mendapat pemberkatan dari Uskup Agung Kardinal Darmojuwono SJ. Sejak mendapat pemberkatan itulah, Goa Tritis, banyak dikunjungi umat Katolik dari berbagai penjuru Nusantara.

Goa yang juga menjadi taman lourdes-nya Paroki Wonosari ini nampak masih asri dengan tetesan air dari langit-langit goa yang mengandung air kapur dan memunculkan stalaktit dan stalagmit yang memberi daya tarik tersendiri.

Goa Maria Tritis ini terletak di Dustin Bulu, desa Giring Kecamatan Paliyan Gunungkidul sekitar 17 kilometer arah selatan dari pusat ibu kota Kabupaten Wonosari atau sekitar 7 kilometer ke arah utara dari pantai Baron. Sampai sekarang belum ada jalur angkutan umum yang mencapai Goa Maria Tritis. Untuk menuju ke sana, dari kota Wonosari mengambil arah Paliyan. Sampai pertigaan Giring belok sekitar 7 kilometer.

Friday, September 19, 2008

Melacak jejak Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang punya nama asli Raden Ajeng Kustiyah Retna Edi. Dia adalah putri bungsu dari Bupati Serang, Panembahan Natapraja.

Meski merupakan putra bangsawan, namun sejak kecil Nyi Ageng Serang dikenal dekat dengan rakyat. Setelah dewasa dia juga tampil sebagai salah satu panglima perang melawan penjajah. Semangatnya untuk bangkit selain untuk membela rakyat, juga dipicu kematian kakaknya saat membela Pangeran Mangkubumi melawan Paku Buwana I yang dibantu Belanda.

Setelah Perjanjian Giyanti, Nyi Ageng Serang pindah ke Jogja bersama Pangeran Mangkubumi. Namun perjuangan melawan pasukan penjajah terus dia lanjutkan. Saat itu Nyi Ageng Serang memimpin pasukan yang bernama Pasukan Siluman dengan keahlian Serang yang cepat hingga membuat pasukan musuh kerap kocar-kacir. Pasukan ini juga menjadi salah satu pasukan yang sangat diperhitungan Belanda waktu itu.

Ketika Perang Diponegoro berkobar pada 1825, Nyi Ageng Serang juga menjadi salah satu panglima perangnya. Pasukannya semakin besar karena dibantu oleh kalangan bawah, khususnya petani yang banyak bergabung dengan pasukannya. Nyi Ageng Serang juga dikenal sebagai ahli siasat dan. negosiasi. Nyi Ageng Serang meninggal karena usia yang sudah lanjut dan dimakamkan di Dusun Beku, Pagerarjo, Kalibawang, Kulonprogo. Makam ini terletak di atas bukit kurang lebih 6 km dari jalan Dekso-Muntilan. Jarak dari Yogyakarta ± 32 km, dari kota Wates ± 30 km.

Makam ini dipugar pada 1983 dengan bangunan berbentuk joglo. Pada saat dipugar, makam suami, ibu, cucu dan yang telah dimakamkan di desa Nglorong, Kabupaten Sragen di pindahkan di tempat ini.

Selain makam Nyi Ageng Serang, di Kulonprogo, juga dibangun monumen Nyi Ageng Serang. Monumen ini menggambarkan sosok Nyi Ageng Serang sedang memimpin pasukannya sambil mengendarai kuda.

Thursday, September 18, 2008

Gereja Ganjuran, kedamaian Yesus dalam nuansa Jawa

pakansi gereja ganjuran, jalan-jalanDua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer pada 1924 memprakarsai untuk membangun sebuah gereja di Ganjuran. Keberadaan dua orang Belanda ini tidak lepas dengan keberadaan pabrik Gula Gondang Lipuro yang ada di daerah itu sejak sekitar 1912. Pembangunan gereja dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen

Setelah gereja selesai, selan¬jutnya pada sekitar 1927 dibangun Candi Hati Kudus Yesus. Yang unik, dalam candi ini terdapat relief patung Kristus dengan pakaian Jawa selain juga ada relief bunga teratai. Bukan hanya dalam hal relief, dalam kegiatan keagamaan yang dilakukan di gereja juga selalu bernuansa Jawa baik dalam bahasa maupun dalam tata cara berpakaian.

Kompleks Gereja Ganjuran secara jelas terlihat merupakan bangunan dengan penggabungan beberapa unsur budaya seperti Jawa, Eropa serta agama Hindu. Gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan berupa salib bila dilihat dari udara, sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa digunakan sebagai atap tempat ibadah. Atap itu disokong oleh empat tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

Altar juga terlihat bernuansa Jawa. Patung Yesus dan Banda Maria yang tengah menggendong putranya diwujudkan sedang berpakaian Jawa. Yesus digambarkan memiliki rarnbut mirip seorang pendeta Hindu. Gereja Ganjuran juga memiliki air suci yang berada di sekitar candi. Air ini dipercaya bisa menyembuhkan sejumlah penyakit.

Gereja yang mempunyai nama lengkap Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran ini terletak di Desa Ganjuran, Bambanglipuro, Bantul atau sekitar 20 km arah SelatanJogja. Daerah Ganjuran, dikenal sejak lama dalam sejarah Mataram. Dalam Babad tanah Jawa, Ganjuran adalah dulunya merupakan Alas Mentaok yang dinamakan Lipuro. Disebutkan pula dulu. Panembahan Senopati pernah bertapa di tempat ini. Tempat ini juga pemah direncanakan menjadi pusat Kerajaan Mataram Namu rencana itu batal.

Perubahan nama menjadi Ganjuran sendiri berkaitan dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh Mataram Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama, Dan tembang itulah kemudian mananya menjadi Ganjuran.

Wednesday, September 17, 2008

Makam imajiner Malik Ibrahim

Syeh Maulana Maghribi adalah seorang saudagar Arab yang giat menyebarkan agama Islam di tempat-tempat yang disinggahi. Makamnya terletak di sebuah bukit di daerah Mancingan, Bantul.

Siapa sebenarnya Maulana Maghribi? Berdasarkan Babad Demak disebutkan tokoh ini merupakan salah satu pendatang dari Pasai, bahkan dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad. Dia juga merupakan salah satu wali di tanah Jawa.

Setelah runtuhnya Majapahit dan digantikan dengan kekuasaan Islam Demak, para wali kemudian membagi wilayah dakwah. Semula Syeh Maulana Maghribi ditugasi ke daerah Blambangan dan kemudian menjadi menantu bupati di sana. Namun dengan alasan yang tidak jelas, Maghribi kemudian diusir dari daerah tersebut.

Setelah itu Maghribi pergi ke Tuban untuk bertemu dengan Sunan Bejagung dan Syekh Siti Jenar. Dari tempat ini kemudian dia melanjutkan perjalanan hingga sampai ke daerah Mancingan, Bantul dan bertemu dengan Kyai Selaening. Semula Syeh Maghribi tidak menyebutkan jati dirinya dan pura-pura menjadi murid Selaening. Namun lama kelamaan kedoknya itu terbongkar.

Saat itu kemudian terjadi debat agama antara Kyai Selaening dan Syeh Maghribi yang berakhir pada masuknya Selaening ke Islam. Dikisahkan Syeh Maghribi kemudian tinggal beberapa lama di daerah itu dia mendirikan padepokan di Gunung Sentana sedang Kyai Selaening tetap ada di sekitar Parangwedang.

Setelah dianggap cukup, Syeh Maulana Maghribi kemudian meninggalkan Mancingan dan berpesan agar tempatnya dijaga. Lama kelamaan orang kemudian meletakan nisan di sekitar padepokan itu yang dijadikan tempat ziarah. Jadi sebenarnya makam ini bukan makam sebenarnya dari Maghribi.

Syeh Maulana Maghribi yang sebenarnya adalah Syeh Maulana Malik Ibrahim selanjutnya pergi ke Jawa Timur dan meninggal di wilayah Gresik. Banyak keturunannya yang kemudian menjadi raja. Bahkan Ki Pemanahan dan Panembahan Senopati, juga dari garis keturunannya. Untuk mencapai daerah ini orang harus, menaiki tangga selebar kurang lebih 2 meter.

Tuesday, September 16, 2008

Gedung Agung, saksi perjuangan Indonesia muda

Gedung Agung merupakan salah satu istana presiden Indonesia. Terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ah¬mad Yani dan menempati lahan seluas 43,585 m2.

Pembangunan gedung utama kompleks bangunan ini dimulai sekitar Mei 1824 dengan diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residers Jogja ke-18 (1823-1825) dan A Payers sebagai arsitek. Namun pembangunan gedung ini sempat terhenti karena Perang Diponegoro (1825-1830) dan baru dilanjutkan pada 1832 setelah perang usai. Pada 10 Juni 1867, bangunan ini ambruk akibat gempa dan bangunan baru didirikan dan selesai pada 1869.

Pada 19 Desember 1927, sta¬tus administratif wilayah Jogja dinaikkan dari karesidenan menjadi provinsi dengan penguasa seorang gubernur. Pada 6 Januari 1946, Ibu Kota Indonesia dipindah ke Jogja. Gedung Agung menjadi istana kepresidenan, sekaligus tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/ Pamungkas. Di tempat ini Dulu dilakukan pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima, Besar TNI pada 3 Juni 1947.

Pada 19 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor, menyerbu Jogia. Gedung ini dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Baru pada 6 Juli 1949 saat para pimpinan kembali gedung ini kembali. digunakan. Sejak 28 Desember 1949, gedung ini jarang digunakan karena, Ibu Kota kembali ke Jakarta.

Kompleks bangunan di Gedung Agung ini terdiri dari beberapa bangunan, yaitu bangunan Gedung Agung itu sendiri, Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu, dan Wisma, Saptapratala. Di dalam gedung utama terdapat ruang utama yang biasa disebut dengan Ruang Garuda yang difungsikan sebagal ruang resmi untuk menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya. Di depan Gedung Agung, terdapat patung Dagoba yang berasal dari Desa Cupuwulatu, Prambanan.

Monday, September 15, 2008

Kembang Lampir, petilasan Pemanahan

Kembang Lampir merupakan. petilasan. Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram.

Ki Ageng Pemanahan merupakan keturunan Brawijaya V dari kerajaan Majapahit. Dalam bertapa itu akhirnya ia mendapat petunjuk dari Sunan Kalbaga bahwa wahyu karaton berada di Dusun Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul. Untuk itu ia diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk cepat-cepat pergi ke sana. Sampai di Sodo ia singgah ke rumah kerabatnya, Ki Ageng Giring.

Namun selanjutnya dalam perburuan wahyu keraton, justru Ki Ageng Giring yang mendapatkan berupa kelapa. muda (degan) yang jika diminum maka keturunannya akan menjadi raja di tanah Jawa.

Namun, ketika degan itu sedang di tinggal Ki Ageng Giring, Ki Ageng Pemanahan yang baru datang dari Kembang Lampir datang dan langsung meminum degan tersebut. Akibatnya, keturunan dialah yang kemudian menjadi Mataram.

Untuk dapat sampai ke tempat pertapaan ini pengunjung harus melewati anak tangga, permanen yang telah dibangun. Adapun denah kompleks Kembang Lampir berbentuk angka 9 (sembilan). Hal ini sebagai tanda, bahwa kompleks itu dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Bangunan yang ada di sana antara, lain : Bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka Wuwung Gubug Mataram dan Songsong Ageng Tunggul Naga serta dua buah Bangsal. Prabayeksa di kanan dan di kiri. Sebagai penghormatan kepada para pepundhen Mataram di kompleks itu juga dibangun beberapa patung antara lain Panembahan Senapati dan Ki Ageng Pemanahan, serta Ki Juru Mertani.

Situs sejarah Mataram ini sebenarnya sangat menarik untuk dikunjungi para peneliti, sejarawan, pelajar, dan wisatawan umum. Namun untuk mengunjungi ada beberapa syarat yang kadang sulit dipenuhi seperti harus membawa kembang telon ‘tiga jenis’ minyak wangi, dan kemenyan. Selain itu ada juga aturan pengunjung dilarang menggunakan baju berwarna ungu terong dan hijau lumut.

Sunday, September 14, 2008

Bobung, rezeki peninggalan Sunan Kalijaga

Bobung, desa Putat, kecamatan Patuk jaraknya hanya 10 km arah barat kota Wonosari atau 30 km arah timur Jogja. Daerah ini dikenal sebagai sentra kerajinan batik kayu.

Kerajinan batik kayu di Bobung berawal dari kebutuhan topeng kayu untuk lakon-lakon dalam seni tari Topeng Panji yang berkembang di dusun ini sejak sekitar 1960. Karena tarian itu juga terus berkembang ke daerah lain, maka kebutuhan akan topeng inipun juga meningkat. Tari Panji, nama tarian tersebut, konon diciptakan Sunan Kalijaga sebagai media dakwah. Tarian ini juga masih dipentaskan untuk menghibur pengun¬jung yang datang.

Selain bentuk topengnya khas, mirip dengan penggambaran tokoh wayang purwa yang matanya tertarik ke atas dengan hidung lancip, motif batik yang mendasari pewarnaan topeng menambah nilai keindahan topeng. Dari tahun ke tahun akhirnya daerah ini berkembang sebagai sentra kerajinan batik kayu. Bukan hanya topeng yang diproduksi,tetapi berbagai bentuk kerajinan lain.

Akhirnya, saat ini warga yang semua menjadi petani sejak pertengahan 1980-an masyarakat mulai bergeser menjadi perajin. Kerajinan batik kayu dari Bobung sudah menembus dunia.

Pada tahun 2000, desa ini secara resmi dicanangkan sebagai desa wisata yang menjadikan aktivitas seni di daerah tersebut semakin meningkat. Sikap penduduk yang ramah semakin. menjadikan orang betah berlama-lama di desa ini. Meski hanya sekedar melihat tanpa membeli tidak ada sikap sinis dari pemilik toko. Selain melihat di toko, pengunjung juga bisa langsung melihat produksi topeng.

Kini, kerajinan batik kayu di Bobung sudah berkembang. Modelnya pun tidak terbatas pada bentuk topeng klasik. Berbagai model binatang seperti gajah, kuda, dan lain sebagainya juga diproduksi.

Untuk mencapai daerah ini tidak sulit bisa menggunakan kendaraan umum dari Jogja dan berhenti di perempatan Patuk. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke lokasi.

Saturday, September 13, 2008

Watu Gilang, dari sini Mataram tumbuh besar

dari watu gilang Mataram tumbuh besar, pakansi watu gilangSitus Watugilang terletak di kawasan Kotagede, Jogja dan Bantul. Situs ini bisa ditemukan dengan menyusuri jalan dari Pasar Gede ke arah selatan kurang lebih 500 meter, melewati Kompleks Makam, dan Masjid Agung Kotagede hingga sampai pada sebuah bangunan yang berdiri di tengah jalan. Meski hanya sebongkah batu, situs ini mempunyai catatan sejarah penting dalam. perkembangan Mataram.
Bangunan ini dikelilingi pohon-pohon beringin dan sebuah hutan Mentaok. Sebelum dijadikan pusat kerajaan, daerah ini memang dikenal dengan sebutan Hutan Mentaok. Dalam bangunan ini terdapat Watu Gilang, Watu Gatheng, dan Watu Genthong.
Watu Gilang dipercaya merupakan batu singgasana Panembahan Senopati. Watu Gilang berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 2 x 2 meter berwarna hitam. Di atasnya terdapat pahatan-pahatan tulisan dalam beberapa bahasa yang sudah sulit dapat terbaca lagi karena sudah terkikis.
Ceritanya, batu andesit hitam ini dibawa dari Hutan Lipuro yang kini dikenal dengan daerah Bambanglipuro, Bantul. Di atas singgasana batu inilah Kerajaan Mataram digerakkan oleh Panembahan Senopati. Pada sisi sebelah timur batu ini, terdapat cekungan. Cekungan ini konon muncul akibat dibenturkannya kepala Ki Ageng Mangir, musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati, hingga tewas.
Ki Ageng Mangir sendiri merupakan musuh dari Panembahan Senopati. Untuk menaklukkannya, Panembahan Senopati melakukan taktik dengan mengirimkan Puteri Pembayun menjadi penari tayub untuk memikat Ki Ageng Mangir. Setelah Ki Ageng Mangir tertarik dan menikahi Puteri Pembayun mau tidak mau dia harus menghadap ke mertuanya yang tidak lain adalah Panembahan Senopati.
Saat Ki Ageng Mangir sungkem inilah ia kemudian dibunuh oleh Panembahan Senopati dengan membenturkan kepalanya ke singgasana Watu Gilang hingga ia tewas seketika.
Peninggalan lainnya adalah Watu Gatheng. Batu Gatheng adalah batu yang digunakan oleh Raden Ronggo bermain gatheng atau sejenis permainan bekel. Ada 3 buah bola, sebuah berukuran agak kecil berdiameter 15 cm dan dua buah berukuran besar berdiameter 27 cm dan 31 cm. Ada juga cerita Watu Gatheng adalah peluru meriam berukuran besar yang bernama Pancawura yang berada di Pagelaran Kraton Surakarta.
Benda peninggalan terakhir yang ada di situs ini adalah Watu Genthong yang terbuat dari batu andesit berbentuk seperti gentong padasan dengan diameter 57 cm yang digunakan oleh Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giring, penasehat Panembahan Senopati, untuk mengambil air wudlu.
Kompleks situs ini berada di kampung Kedathon yang dipercaya merupakan pusat dari kerajaan Mataram Islam. Awalnya situs ini berada pada ruang terbuka, namun untuk melindungi situs ini dibangunlah suatu bangunan yang melindungi situs ini pada tahun 1934 atas perintah Hamengku Buwana VIII.

Friday, September 12, 2008

Tamansari, potret kehidupan raja Jogja

pakansi ke tamansari, jalan-jalan ke yogyakartaKunjungan Anda ke Jogja tak akan lengkap rasanya, jika belum bertandang ke Tamansari. Sebuah taman peninggalan leluhur Kraton Yogyakarta. Karena itulah Tamansari memperlihatkan potret kehidupan para raja di masa lalu.
Letak Tamansari tidaklah jauh dari kraton, Alun-alun Utara, dan Alun-alun Selatan. Tamansari berjarak sekitar 0,5 Km sebelah Selatan Kraton Yogyakarta.
Tamansari berarti taman yang indah, yakni tempat keluarga kerajaan berekreasi. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Kini, Tamansari dapat dikunjungi, oleh masyarakat umum. Mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00.
Saat ini arsitek,bangunan Tamansari condong ke Portugis, sehingga selintas menyerupai bangunan yang memiliki seni arsitektur Eropa yang cukup kental. Namur, menariknya, simbol-simbol Jawa tetap dipertahankan dan dominan.
Beberapa bagian Tamansari adalah, Sumur Gemuling tempat peraduan pribadi Sultan, kolam pemandian yang digunakan oleh Sultan dan kerabatnya untuk bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua kolam yang dipisahkan oleh bangunan bertingkat.
Selain itu, di Tamansari pengunjung bisa menikmati keindahan Pulau Kenanga yang terdiri dari Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong bawah tanah. Pulau Kenangan atau Pulau Cemeti difungsikan sebagai tempat beristirahat dan pengintaian. Jika dilihat dari atas, bangunan ini akan menyerupai bunga teratai di tengah kolam besar.
Sementara itu lorong-lorong dipergunakan sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan Kraton Yogyakarta. Ada legenda, lorong itu juga menghubungkan Tamansari dengan pantai Selatan. Lorong itu jalan bagi Sultan untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi raja Kasultanan Yogyakarta.
Di sekitar Tamansari juga terdapat masjid Saka Tunggal, yakni masjid yang hanya memiliki satu tiang, yang dibangun pada abad XX.

Thursday, September 11, 2008

Taman Pintar, berlibur seraya belajar

pakansi taman pintar, jalan-jalan ke yogyakartaJogja sebagai kota wisata dan pelajar, tak lengkap rasanya jika tidak menyajikan tempat hiburan yang mampu menambah pengetahuan masyarakat. Salah satu objek wisata yang diharapkan mampu mencerdaskan para pengunjung adalah Taman Pintar.

Taman Pintar yang terletak di JI P Senopati, Jogja ini dibangun pada tahun 2006 dan diresmikan pada 2007 adalah Objek wisata yang terletak di dalam kota ini dibangun oleh Pemerintah Kota Jogja

Taman Pintar berada di lokasi yang strategis, yakni dekat dengan Shooping Center, Pasar Benteng, Vredeburg Pasar Beringhaijo, dan Malioboro. Jadi, tidak rugi datang ke objek wisata itu, karena bisa sekaligus bertandang ke beberapa tempat wisata lain.

Taman Pintar memakai simbol Burung Hantu memakai blangkon, yang maknanya semangat untuk belajar sains dan teknologi secara gratis. Burung hantu dimaknai sebagai burung species malam yang mempunyai kepekaan tinggi, mampu mempelajari alam sekitar, dan blangkon merupakan salah satu identitas Jogja

Taman Pintar memiliki motto yaitu tiga N; niteni, nirokake, dan nambahi. Di objek wisata ini pengunjung dari pra sekolah sampai SMA bisa memperdalam materi pelajaran yang diterima di sekolah.

Di Taman Pintar pengunjung tidak hanya bisa melihat berbagai jenis sains yang diperagakan, melainkan mereka juga dapat menikmati, mencoba beratraksi. Mereka dapat bermain dengan alat peraga sains yang tersedia sehingga dapat merasakan bagaimana sains itu.

Secara garis besar materi isi Taman Pintar terbagi menurut kelompok usia dan penekanan materi. Sedangkan penekanan materi diwujudkan dalam interaksi antara pengunjung dengan materi yang disampaikan melalui anjungan yang ada.

Salah satu dari permainan yang disediakan adalah permainan air yang memperkenalkan bagaimana teriadinya pelangi.

Permainan yang tidak kalah menariknya, adalah parabola berbisik. Masing-masing anak berdiri di depan parabola yang jaraknya sekitar 15 meter, kemudian mereka berbisik. Nah, temannya yang jauh dari parabola itu nanti akan mendengar. Itu namanya konvort rambatan pantulan gelombang suara, jadi melalui media udara.

Di situ juga tersedia permainan pipa gaung. Konsep gaung, anak-anak bisa bicara dari ujung-ujung pipa. Suara itu bisa merambat melalui pipa bisa dipantulkan sehingga bisa terdengar di ujung satunya. Pipanya di pendam.

Wednesday, September 10, 2008

Pusat Penyelamatan Satwa Jogja

pakansi Pusat Penyelamatan Satwa Jogja (ppsj), jalan-jalan yogyakartaPusat Penyelamatan Satwa Jogja(PPSJ) adalah sebuah lembaga untuk menampung satwa dilindungi hasil sitaan aparat keamanan dari masyarakat yang memperdagangkannya atau memilikinya sebagai hewan piaraan.
Berdasarkan UU No.5/ 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, jenis-jenis satwa dilindungi tidak boleh diperdagangkan atau dipelihara.
Di Indonesia, isu ini menjadi persoalan lingkungan serius karena menjadi ancaman utama selain kerusakan hutan terhadap kelestarian satwa liar di habitatnya.
Harapan menyelesaikan persoalan ini muncul pada tahun 2002 ketika The Gibbon Foundation, sebuah lembaga yang bergerak di sektor lingkungan hidup menandatangani MOU dengan Ditjen PHKA.
Salah satu butir kesepakatannya adalah
The Gibbon Foundation akan membangun beberapa PPS di Indonesia untuk mendukung upaya penegakan hukum dalam memberantas perdagangan dan kepemilikan satwa liar secara ilegal.
Untuk wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, PPS dibangun di Dusun Paingan, Desa Sendangsari, Kecamatan Pngasih, Kulon Progo, Yogyakarta. PPSJ yang dikelola Yayasan Kutilang Indonesia, menempati lahan seluas 13,9 hektar itu mulai beroperasi sejak 7 Juni 2003 dan memiliki spesialisasi menampung satwa reptilia.
Semua satwa di PPSJ dikelola semaksimal mungkin agar memenuhi kesejahteraan satwa (animal welfare). Pengelolaannya berdasar pada standar IUCN.
Di PPSJ, jenis-jenis satwa yang memungkinkan untuk dilepasliarkan (release) lagi, harus menjalani 'proses pendidikan' agar dapat hidup bebas di habitat alamnya.
Untuk mencapai PPSJ Kulonprogo, jika menggunakan angkutan umum dari Terminal Giwangan menuju ke arah Kulonprogo lalu turun di wilayah Sentolo.
Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum yang menuju lokasi PPSJ.

Tuesday, September 9, 2008

Sumur Gemuling, lorong penuh rahasia

Sumur Gemuling merupakan bagian dari kompleks Tamansari berbentuk lorong melingkar yang di dalamnya terdapat ruangan-ruangan.
Ada banyak cerita tentang tempat ini. Ada yang menyebut tempat ini merupakan tempat bersemadi atau salat raja, ada juga yang menyebut sebagai tempat persembunyian bawah tanah. Namun ada mitos lain yang menyatakan lorong berlanjut hingga laut selatan. Sejauh ini tidak ada yang membuktikan mitos ini, karena juga ada kepercayaan siapa yang mencoba menembus lorong itu sampai ke ujung akan menemui ajal.
Tapi ada juga penjelasan yang menyebutkan lorong ini berakhir di luar kompleks Tamansari, sebagai jalan untuk menyelamatkan diri jika tempat ini dikepung musuh. Penjelasan kedua ini lebih masuk akal, sebab untuk sampai ke Laut Selatan lorong ini harus menerobos jarak sekitar 25 kilometer di bawah tanah, yang rasanya mustahil.
Melalui lorong bawah tanah kita akan sampai ke masjid bawah tanah, yang berbentuk ring seperti donat, dan terdiri atas dua lantai. Lantai bawah untuk jamaah perempuan, dan lantai atas untuk jamaah laki-laki. Dari lantai bawah menuju ke lantai atas terdapat anak tangga dengan bentuk yang sangat unik. Anak tangga ini terdapat pada empat sisi yang bertemu pada sebuah bordes, dan dari bordes ini dihubungkan ke lantai atas dengan satu anak tangga lagi.
Di bawah bordes tempat bertemunya keempat anak tangga, terdapat mata air yang dahulu dipakai untuk mengambil air wudu. Tangga ini terdapat di tengah bangunan yang berbentuk ring. Lima anak tangga ini menurl ukkan kelima rukun Islam.
Karena tempat salat wanita dan prig berada di lantai yang berbeda, maka masing-masing lantai memiliki mihrab atau tempat imam salat sendiri. Dahulu, masjid ini dikelilingi oleh air. Jendela-jendela ditutup dengan kaca, dan di luar kaca adalah air. Arsitektur dan konstruksi bangunan sedemikian mengagumkan, sehingga bangunan yang, terdapat di bawah tanah dan dikelilingi air ini tetap bebas air.
Bagi orang yang belum pernah ke Tamansari, pemandu wisata akan sangat membantu untuk menemukan tempat pertapaan raja dan masjid bawah tanah ini, karena kedua tempat ini terselip di antara rumah-rumah penduduk yang cukup padat.

Monday, September 8, 2008

Pathok Negara, dari agama hingga pertahanan

pakansi Pathok Negara, jalan-jalan yoggyakartaPathok Negara atau disebut juga Pathok Negari merupakan Masjid Kagungan Dalem Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pathok Negara sebenarnya merupakan sebutan salah satu jabatan dalam struktur pemerintahan di lingkungan kerajaan, yakni anggota penghulu pada peradilan.
Oleh Sultan, para Pathok Negara ini diberi izin untuk menempati sebuah wilayah perdikan dan mendirikan masjid di tempat itu. Wilayah yang ditempati para Pathok Negara ini terletak sekitar 5-10 km dari Kutanagara (pusat pemerintahan).
Terdapat lima masjid Pathok Negara yang terletak di empat penjuru. Tiga masjid yakni Masjid Babadan yang terletak di Kecamatan Banguntapan, Bantul (timur), Masjid Ploso Kuning di Ngaglik Sleman (utara) dan Masjid Mlangi, Kecamatan Gamping, Sleman (barat) dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Sedangkan dua masjid lain yang terletak di sebelah selatan Keraton yakni Masjid Dongkelan dan Masjid Wonokromo di Pleret baru dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV Namun berdasarkan sejarah, rencana pembangunan dua masjid ini sudah ada sejak Hamengku Buwono I. Masjid Wonokromo juga merupakan satu-satunya masjid Keraton yang tidak dipimpin Pathok Negara.
Fungsi utama masjid ini tentu untuk penyebaran ajaran Islam, termasuk untuk kegiatan mengaji. Namun selain itu Masjid Pathok Negara juga berfungsi untuk peradilan serambi (pengadilan agama), serta untuk upacara pemakaman dan pernikahan. Selain itu masjid-masjid ini juga sebagai tempat pertahanan jika ada ancaman terhadap Keraton Jogja.
Bentuk dan arsitektur masjid Pathok Negara memiliki sejumlah kesamaan yakni terdapat kolam di halaman depan, kuburan di sebelah baratnya, pagar tembok tinggi yang menyerupai gapuro, bedug serta perangkat lainnya. Semua perangkat itu mempunyai fungsi dan arti sen¬diri-sendiri.

Sunday, September 7, 2008

Museum Dirgantara Mandala, jejak langkah TNI AU

pakansi Museum Dirgantara Mandala, jalan-jalan yogyakartaMuseum Dirgantara Mandala terletak di daerah Janti. Di tempat ini sejumlah barang-barang, khususnya alat tempur masa lalu disimpan dan menjadi bukti perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Melihat-lihat koleksi museum ini, terbayang bagaimana sosok TNI Angkatan Udara (AU) pada masa lalu. Di museum ini terdapat sekitar 40-an jenis pesawat beserta alutsista yang pernah digunakan AU pada era 1945-1970. Salah satunya jenis Tu-16 yang terletak di pelataran museum. Selain itu di tempat yang tidak terlalu jauh terdapat PBY-5A Catalina dan UF 1 Albatros IR-0117. Catalina buatan AS masuk ke jajaran Skadron V Lanud Abdulrachman Saleh pada 1950. AURI mendapatkan delapan Catalina bekas pakai AU Hindia Belanda sebagai realisasi Konferensi Meja Bundar, 1949.
Sementara Albatros, pesawat amfibi angkut sedang buatan AS juga masuk ke dalam jajaran Skadron V Intai Laut AURI- Lanud Abdulrachman Saleh tahun 1955. AURI membeli sebanyak delapan pesawat dari AS.
Selain, ketiga pesawat, di halaman masih ditempatkan rudal pertahanan udara jarak sedang SA-75 buatan Soviet alat ini sempat digunakan sebagai salah satu senjata untuk mempertahankan Ibu Kota.
Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal dari penggabungan dua museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada di komplek pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.
Museum dirgantara terlengkap satu-satunya di Indonesia ini menempati Area lima hektar dengan luas bangunan 7.600 m2. Gedungnya dibagi menjadi enam ruang. Yakni, RuangUtama, Ruang Kronologi I dan II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama, dan Ruang Minat Dirgantara.
Di dalam Ruang Utama, patung empat pahlawan nasional yang menjadi perintis TNI AU dipajang. Mereka, Marsda Anumerta Agustimis Adisutjipto, Marsda Anumerta Prof Abdulrachman Saleh, Marsda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsma Anumerta Iswahjudi.

Ruang Kronologi I dan II memuat sejarah dan dokumen-dokumen semasa zaman seperti proklamasi, serangan udara pertama ke daerah Ambarawa, Operasi Penumpasan PKI Muso/Madiun, Operasi Lintas Udara, Pembentukan Skadron AURI, dan lain sebagainya.

Saturday, September 6, 2008

Monjali, semangat Jogja untuk Indonesia

jalan-jalan monjali, pakansi monjali, monumen jogja kembaliSerangan Umum 1 Maret 1949, lepas dari segala kontroversi siapa yang mempunyai ide, merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Serangan yang mampu menduduki Jogja, yang kala itu menjadi lbu Kota, mampu membuka mata dunia tentang keberadaan Republik Indonesia. Serangan ini pula yang kemudian menjadi awal adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan hasil pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia.
Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada 29 Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali). Tanggal ini sengaja dipilih karena pada 29 Juni 1949, terjadi peristiwa kembalinya Presiden Sukarno ke Jogia dari pengasingan.
Monumen ini menjadi pelengkap monumen Serangan Oemoem 1 Maret di kawasan Benteng Vredebrug yang telah ada sebelumnya.
Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Pembangunan berlangsung kurang lebih empat tahun dan diresmikan Presiden Suharto pada 6 Juli 1989.
Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung. Daerah ini diambil karena untuk disejajarkan dengan garis imajiner Laut Selatan, Keraton, Tugu dan Merapi.
Sebelum memasuki monumen, pengunjung bisa menyaksikan replika Pesawat Cureng di dekat pintu timur serta replika Pesawat Guntai di dekat pintu barat. Sedangkan di ujung selatan pelataran berdiri tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang yang gugur antara 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949. Tertulis juga puisi Chairil Anwar yang berjudul Antara Kerawang dan Bekasi.
Terdapat ribuan koleksi yang berada di monumen ini seperti seragam prajurit hingga tandu yang digunakan Panglima Besar Jendral Sudirman saat memimpin perang gerilya. Selain itu terdapat juga 40 relief yang menggambarkan peristiwa perjuangan, dan diorama.
Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah ruangan. Juga terdapat relief tangan yang kekar menggambarkan semangat juang rakyat dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan.

Friday, September 5, 2008

Malioboro, jantung yang terus berdenyut

pakansi malioboro, jalan-jalan malioboro yogyakartaMalioboro. Nama ini tidak bisa dipisahan dengan Jogja. Ruas jalan sepanjang kurang lebih 2 km ini menjadi ikon penting dari kota pelajar ini. Datang ke Jogja, hampir tidak mungkin untuk tidak datang di daerah ini.
Malioboro yang terletak pada sumbu lurus antara Tugu Jogja dan Kraton merupakan sebuah pusat perdagangan yang dikembangkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sejak 1758. Nama Malioboro diambil dari nama seorang petinggi tentara Inggris yaitu. Marlborough yang pernah tinggal di daerah ini pada sekitar 1811-1816.
Namun versi lain menyebutkan nama Malioboro muncul karena pada masa lalu jalan ini selalu dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Keraton melaksanakan-perayaan, Malioboro yang dalam bahasa Sansekerta.
Malioboro juga menjadi daerah Yang memiliki sejarah panjang. Berbagai gedung sejarah terletak di sepanjang jalan ini seperti Gedung Agung yang merupakan rumah Gubernur Jendral Belanda, Benteng Vredeburg yang merupakan benteng peninggalan Belanda, Hotel Garuda yang menjadi tempat pembesar dan jendral-jendral Belanda masa lalu menginap berada di jalan ini. Satu lagi, Pasar Beringharjo yang merupakan bagian dari sejarah Keraton Jogja juga terletak di daerah ini.
Hingga saat ini, Malioboro tetap memiliki kharisma yang kuat sebagai sebuah tempat yang selalu menjadi pusat perhatian setiap wisatawan Yang datang ke Jogja.
Pada masa lalu, selain dikenal sebagai pusat perbelanjaan, kawasan ini juga dikenal sebagai daerah seniman. Banyak seniman-seniman yang mengawali karirnya sebagai seniman jalanan di daerah ini. Berbagai komunitas seni tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun saat ini, seiring perjalanan waktu, nuansa seni di Malioboro semakin tergeser dengan nuansa bisnis. Malioboro semakin identik dengan kawasan ekonomi dan pusat perbelanjaan.
Pada siang hari, berkunjung ke Malioboro orang bisa mendapatkan berbagai souvenir yang jumlahnya ribuan dan harga relatif terjangkau, terlebih jika bisa menawar. Sedangkan malam hari, kawasan ini khas dengan makanan lesehannya.

Thursday, September 4, 2008

Candi Gampingan, sejarah yang belum terungkap

Kompleks Candi Gampingan terletak di Dusan Gampingan, Piyungan, Bantul. Penggalian penyelamatan terhadap situs tersebut telah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada 1995,1996, dan. 1997.
Data arkeologi yang berhasil ditemukan berbentuk tujuh buah bangunan yang tidak utuh, tiga buah area yang terbuat dari perunggu, dua buah area yang terbuat dari batu andesit, benda-benda yang terbuat dari emas, fragmen-fragmen unsur bangunan, dan benda-benda keramik.
Salah satu di antara tujuh buah bangunan yang ditemukan merupakan bangunan paling besar dan paling kompleks di Situs Candi Gampingan yang merupakan bangunan utama.
Di dalam bangunan induk, ditemukan tiga buah area Dhyani Buddha Vairocana dan perunggu, area Jambhala dan area Candralokesvara dari batu andesit, satu buah frogmen area dari keramik, delapan buah miniatur benda emas dan satu buah cincin emas, juga fragmen-framen gerabah.
Berdasarkan temuan area diperkirakan Candi Gampingan merupakan candi Buddha yang menempatkan Dewa Jambhala sebagai dewa utama yang dipuja, sedangkan area Candralokesvara yang ditemukan bersama-sama dengan Jambhala menunjukkan aliran Tantraisme dalam Buddha Mahayana.
Denah Candi Gampingan berbentuk segi empat yang berukuran 4,64 m. x 4,65 m. Tinggi Candi Gampingan yang masih tersisa 1,2 m., terdiri atas delapan lapisan batu putih yang disusun dengan teknik kait. Selain teknik kait, digunakan juga "teknik las", yaitu penyisipan batu ke dalam rongga-rongga yang menghubungan satu batu dengan batu lainnya.
Secara morfologis, bagian-bagian yang tersisa pada Candi Gampingan adalah bagian kaki candi yang terdiri atas alas, perbingkaian bawah, tubuh kaki bagian tengah, dan perbingkaian atas. Alas pada bangunan tersebut profilnya rata, dan di atasnya terdapat perbingkaian bawah kaki yang terdiri atas pelipit bawah, bingkai sisi genta, dan bingkai rata. Tubuh kaki bagian tengah Candi Gampingan mempunyai sebelas bidang sebagai tempat relief dipahatkan. Perbingkaian atas kaki terdiri atas bingkai rata serta satu lapis bingkai di atasnya yang dihias dengan motif bunga dan untaian manik-manik.
Sampai saat ini belum ada data tertulis tentang tentang candi itu. Namun bangunannya mirip gaya abad IX.

Wednesday, September 3, 2008

Candi Barong, pemujaan terhadap Dewi Sri

pakansi candi barong, pakansi yogyakartaCandi Barong terletak di lereng pegunungan boko. Berada di ketinggian kuranglebih 200 meter dpl, di Desa Candisari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman. Disebut Candi Barong karena hiasan Kala pada candi ini berbentuk seperti kepala Barong di Bali itu.

Candi ini diperkirakan dibangun antara abad IX-X. Keberadaan sebuah area yang diduga merupakan penggambaran Dewi Sri mejadikan peneliti mengelompokkan candi ini sebagai candi Hindu. Selain itu juga ada hiasan kerang bersayap (sankha) yang merupakan salah satu simbol dewa Wishnu. Sedangkan bagian puncak yang berbentuk permata.

Dewi Sri merupakan dewi kesuburan. Pembangunan candi di daerah ini kemungkinan karena kondisi tanah yang tidak subur sehingga dengan adanya tempat, pemujaan candi ini diharapkan tanah menjadi lebih baik.

Kompleks Candi Barong tersusun atas 3 tingkat. Tingkat pertama merupakan dasar dari seluruh bangunan candi berupa tanah datar. Tingkat kedua berupa pelataran yang ditengarai dulunya sebagai tempat berdirinya bangunan yang menggunakan unsur kayu selain unsur batu. Tingkat kedua ini adalah tingkat yang paling suci, di mana terdapat 2 buah candi utama dan sebuah gerbang.

Pelataran kedua ini berukuran sekitar 12 x 8 meter. Pada pelataran ditemukan puing-puing batu sisa bangunan. Sedangkan pada tingkat ketiga berdiri Candi Barong tersebut. Sebelum masuk ke kompleks candi, ada sebuah gapura berhias motif Kala-Makara.

Ada 2 buah candi utama yang posisinya kurang simetris karena candi ini cenderung menjorok ke selatan. Candi pertama, yang berada persis di depan gerbang candi merupakan candi untuk menghormati Dewa Wisnu, sedangkan candi di sampingnya merupakan candi untuk menghormati Dewi Sri.

Kondisi candi sampai saat ini masih baik. Namun area-area yang seharusnya mengisi relung-relung candi tidak lagi ditemukan.

Untuk mencapai candi ini dari pertigaan Prambanan, ambiI jalur ke selatan, hingga, bertemu papan penunjuk arah Candi Banyunibo. Jika ke Candi Banyunibo belok ke kanan (selatan), untuk ke Candi Barong jalan lurus kemudian belok ke kiri. Letak Candi Barong ada di sebelah timur Candi Banyunibo tapi berada di atas bukit.

Tuesday, September 2, 2008

Beringharjo, tumbuh bersama sejarah Jogja

Pasar Beringharjo tidak bisa dilepaskan dari Jogja. Selain merupakan pasar tradisional terbesar, Beringharjo juga tumbuh bersama sejarah kota ini.
Pembangunan Beringharjo terkait dengan keberadaan Keraton Jogja. Pola tata kota masa lalu selalu mencakup empat hal dalam hal pembangunan yakni Keraton sebagai pusat, alun-alun, tempat ibadah (masjid) dan pasar.
Pembangunan pasar ini dimulai sekitar 1758. Ini berarti tidak berselang lama dengan pembangunan Siti Hinggil Keraton yang dibuat pada sekitar 1756. Sebelum di jadikan kawasan pasar, daerah ini semula berupa hutan beringin. Hal inilah yang kemudian mendasari pemberian nama Beringharjo. Pemberian nama ini secara resmi baru dilakukan pada 24 Maret 1925 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pada saat itu juga sudah mulai ada bangunan permanen. Sebelumnya di pasar ini hanya ada payon-payon atau bangunan tidak permanen yang digunakan para pedagang.
Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan, dan kemudian menyusul yang lainnya secara bertahap. Pada akhir Maret 1926, pembangunan pasar selesai dan mulai dipergunakan.
Sebulan setelah itu. Pada 1986 pasar yang juga dikenal dengan sebutan Pasar Gede ini pernah terbakar hebat dan menghabiskan beberapa bagian pasar. Pada gempa 2006 lalu, sebagian pasar, khususnya di lantai tiga juga rusak hingga saat ini pembangunannya belum tuntas.
Meski berstatus pasar tradisional, Beringharjo bisa dikatakan cukup modern. Dengan fasilitas ekskalator serta pusat perpembelanjaan bercirikan swalayan menjadikan ada semacam penggabungan antar aspek tradisional dan modern.
Salah satu yang menjadi daya tarik pasar Beringharjo adalah keberadaan pusat batik yang berada di lantai dasar. Bukan hanya batik corak Jogja dan Solo, batik dari Pekalongan juga banyak didapat di pasar ini. Sistem tawar menawar layaknya di pasar tradisional juga sah-sah saja dilakukan di tempat ini.