Wednesday, June 25, 2008

Melacak Jejak Sultan Agung

vacancy yogyakarta melacak jejak sultan agung sitihinggil Keraton Mataram Islam Kerto pakansi jogjakartaSultan Agung Hanyokrokusumo, atau yang lebih dikenal dengan Sultan Agung merupakan salah satu tokoh besar yang pernah dimiliki negeri ini. Pada masanya, Kerajaan Mataram Islam mencapai masa keemasaan. Raja Mataram Islam ke-3 ini juga dikenal dengan tindakan heroic dengan penyerbuan ke Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Langsung ke basisnya yang berkedudukan di Batavia, saat ini Jakarta.

Namun sayang, nyaris tidak ada peninggalan secara fisik yang ditinggalkan Sultan Agung. Berbeda dengan Keraton Mataram di Kotagede yang lebih tua, justru ada banyak peninggalan fisik yang masih bisa dilihat jejaknya. Meski dari sisi budaya banyak hal yang ditinggalkan Sultan Agung seperti akulturasi unsur-unsur kebudayaan Jawa dengan Hindu dan Islam seperti Garebeg, pembuatan tahun Saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing serta menyamakan penanggalan Jawa dengan penanggalan Arab.

Penggalian tim arkeologi Dinas Kebudayaan DIY, di situs Lemah Dhuwur di Kerto, Pleret, Bantul, sekitar 10 km selatan Jogja sedikit menemukan jejak raja yang berkuasa pada tahun 1613 – 1645 itu. Penggalian di lahan seluas 0,5 hektar sejak awal Mei 2007 berhasil menemukan tatanan batu andesit membentuk tangga. Analisa sementara, bangunan yang sedang digali ini dulunya merupakan Sitihinggil Keraton Mataram Islam Kerto.

Keraton Mataram pindah dari Kotagede ke Pleret pada masa Sultan Agung, setelah dia menggantikan Mas Jolang atau Panembahan Sedo Krapyak. Di bawah pemerintahan Sultan Agung yang memiliki nama kecil Mas Rangsang ini, Mataram mengalami masa kejayaan. Pada tahun 1681 Keraton Mataram kemudian dipindahkan ke Kartosuro oleh Amangkurat II, cucu Sultan Agung yang memerintah pada tahun 1677 – 1703.

Belum jelas penyebab kepindahan keratin ini, kemungkinan rusaknya keratin karena perang Trunojoyo yang terjadi sejak Amangkurat I. Amangkurat II dengan bantuan VOC berhasil mengalahkan Trunojoyo dengan kompensasi harus menggadaikan pelabuhan Semarang, dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang kepada VOC. Melalui Perjanjian Giyanti pada 1755 Mataram Islam kemudian dibagi menjadi dua yakni Jogja dan Solo.

Penggalian situs ini dilakukan berdasarkan catatan harian seorang Belanda bernama Jan Vos, dia menyebutkan pada sekitar tahun 1624 dirinya pernah berkunjung ke Kerajaan MAtaram Islam di bawah pimpinan Sultan Agung yang berada di Charta atau Kerto. Dalam catatan tersebut dia menggambarkan kerjaan yang dia kunjungi sangat besar dan megah.

Situs Pleret terletak di kabupaten Bantul. Untuk mencapai daerah ini bisa dengan menggunakan angkutan umum jurusan Jogja-Imogiri. Berhenti di perempatan Pleret dan berjalan kearah Timur.

0 comment: