Tuesday, September 16, 2008

Gedung Agung, saksi perjuangan Indonesia muda

Gedung Agung merupakan salah satu istana presiden Indonesia. Terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ah¬mad Yani dan menempati lahan seluas 43,585 m2.

Pembangunan gedung utama kompleks bangunan ini dimulai sekitar Mei 1824 dengan diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residers Jogja ke-18 (1823-1825) dan A Payers sebagai arsitek. Namun pembangunan gedung ini sempat terhenti karena Perang Diponegoro (1825-1830) dan baru dilanjutkan pada 1832 setelah perang usai. Pada 10 Juni 1867, bangunan ini ambruk akibat gempa dan bangunan baru didirikan dan selesai pada 1869.

Pada 19 Desember 1927, sta¬tus administratif wilayah Jogja dinaikkan dari karesidenan menjadi provinsi dengan penguasa seorang gubernur. Pada 6 Januari 1946, Ibu Kota Indonesia dipindah ke Jogja. Gedung Agung menjadi istana kepresidenan, sekaligus tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/ Pamungkas. Di tempat ini Dulu dilakukan pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima, Besar TNI pada 3 Juni 1947.

Pada 19 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor, menyerbu Jogia. Gedung ini dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Baru pada 6 Juli 1949 saat para pimpinan kembali gedung ini kembali. digunakan. Sejak 28 Desember 1949, gedung ini jarang digunakan karena, Ibu Kota kembali ke Jakarta.

Kompleks bangunan di Gedung Agung ini terdiri dari beberapa bangunan, yaitu bangunan Gedung Agung itu sendiri, Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu, dan Wisma, Saptapratala. Di dalam gedung utama terdapat ruang utama yang biasa disebut dengan Ruang Garuda yang difungsikan sebagal ruang resmi untuk menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya. Di depan Gedung Agung, terdapat patung Dagoba yang berasal dari Desa Cupuwulatu, Prambanan.

0 comment: